Dapatkah kita mengenali sesuatu tanpa mengenali diri sendiri lebih dahulu? Dapatkah kita mengejar sesuatu tanpa mengetahui kemampuan kita sendiri? Mengapa kita senang menyusun rencana yang besar di hari depan tapi tidak menyelesaikan persoalan-persoalan di hari ini? Atau mengapa kita hanya meributkan tetek bengek sekarang tetapi melupakan tujuan di hari nanti? Mengapa kita senang melihat dan membicarakan kuman di seberang lautan tetapi enggan dan buta terhadap gajah di pelupuk mata sendiri? Untuk apakah kita merisaukan hal yang belum tentu terjadi? Mengapakah kita mesti khawatir akan kehidupan masa sekarang? Untuk apakah segala keributan-keributan itu? Untuk apakah kita hidup? Siapakah diri kita sesungguhnya? Dan apa yang sesungguhnya kita ingini dalam hidup ini? Apakah artinya segala hasrat, ambisi dan nafsu kita jika hidup yang damai kita angankan tidak tercapai?
Barangkali sekaranglah saatnya kita meninjau diri sendiri. Menerobos masuk ke lubuk sanubari sendiri. Menjelajahi pedalaman pemikiran kita. Kita kumpulkan segala keping kenangan atas hari-hari yang telah kita lewati, menatanya dan mencoba untuk memahami lukisan pengalaman itu. Serta dari cermin diri masa lalu itu kita memulai kembali memperbaharui hidup kita. Langkah demi langkah. Kita mesti menjadi lilin dan menyala menerangi kegelapan dunia.
“Bagaimana aku bisa menjadi lilin sedang untuk menyala saja tak sanggup?”Demikian tulis sebuah SMS yang kuterima. Saya pikir bukannya kita tidak sanggup untuk menyala tetapi kita sudah enggan untuk menyala. Janganlah menangis untuk perbuatan orang lain karena mungkin orang itu malah menertawai kita dengan rasa senang tetapi menangislah karena kebodohan kita. Dalam hidup tidak semestinya kita selalu mengalah demi rasa aman. Bagaimanapun kebenaran mesti juga ditegakkan walau untuk itu kita harus bertarung. Dan jika memang kita harus melawan, berjuanglah dengan jujur. Dengan demikian, kalah atau menang bukanlah masalah. Yang penting kita telah berupaya.
Hidup akan berlanjut terus. The show must go on. Apapun yang terjadi. Maka untuk apakah segala kepalsuan dan kepura-puraan yang kita jalani hanya agar hidup nampak baik? Nampak aman? Bukankah semuanya hanya membuat kita menjadi tertekan, kacau serta membuat penderitaan bertambah. Marilah kita semua bertanggung-jawab atas apa yang telah dan akan kita lakukan dengan memperhatikan kemampuan kita sendiri. Mari, janganlah hidup dalam dunia mimpi saja tetapi berjuanglah dalam dunia nyata. Hidup itu kenyataan yang berlangsung. Dan angan-angan kita simpan sejenak untuk nanti diperguanakan saat kita perlu beristirahat dari segala kekacauan dunia ini. Yang penting kita jujur terhadap diri sendiri. Jujur terhadap orang lain. Jujur terhadap Tuhan. Itu saja.
Sekilas senandung hati seberkas Awan...kadang tertawa, jenius, bahkan bercucuran air mata...
2009/12/31
Renungan Akhir Tahun
2009/12/18
Sepasang Sepatu
Menjadi “sama dan serupa” dengan remaja lain merupakan keinginan dari semua
remaja.
Saya ingat benar bagaimana sebagai seorang remaja dalam tahun 1963 saya
merasa harus memiliki sepasang sepatu sport mutakhir yang sedang “in”.
Persoalannya, bulan lalu saya baru saja membeli sepasang sepatu kulit.
Tapi, sepatu sport benar benar sedang mode, oleh sebab itu saya datang
kepada ayah minta bantuannya.
“Saya perlu sedikit uang untuk sepatu sport”, ujar saya suatu petang di
bengkel di mana ayah saya bekerja sebagai montir.
“Willie” ayah kelihatannya terkejut.
“Sepatumu baru berumur satu bulan, tapi Mengapa kini kau perlukan sepatu
baru?”
“Setiap orang memakai sepatu sport yah!”
“Sangat boleh jadi nak, Namun hal tersebut tidak menjadikan ayah mudah
membayar sepatu sport ”
Gaji ayah kecil dan sering tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari
hari.
“Ayah, saya tampak seperti bloon memakai sepatu jenis ini ” kataku sambil
menunjuk kepada sepasang sepatu oxford baru.
Ayah memandang dalam dalam ke mataku.
Kemudian ia menjawab, “Begini saja, Kau pakai sepatu ini satu hari
lagi.Besok, di sekolah, perhatikan semua sepatu dari kawan-kawanmu. Bila
seusai sekolah kau masih berkeyakinan bahwa sepatumu paling butut
dibandingkan sepatu kawan kawanmu, ayah akan memotong uang belanja ibumu dan
membelikanmu sepasang sepatu sports”
Dengan gembira saya pergi ke sekolah, keesokan paginya, penuh keyakinan
bahwa hari itu merupakan hari terakhir bagiku mamakai sepatu oxford yang
ketinggalan jaman ini.
Saya lakukan apa yang ayah perintahkan saya lakukan, namun tidak, saya
ceritakan apa yang saya lihat secara teliti.
Sepatu coklat, sepatu hitam, sepatu tennis yang sudah kusam, semua menjadi
pusat perhatianku.
Pada petang hari, saya memiliki perbendaharaan dalam ingatanku betapa
banyaknya teman teman di sekolah yang juga memakai sepatu bukan sport,
bahkan sepatu - sepatu rusak, berlobang, menganga dan lain lain bentuk yang
sudah mendekati kepunahan sebagai alat pelindung kaki.
Namun banyak juga yang memakai sepatu sport yang gagah, yang senantiasa
berdetak detik penuh gaya bila si pemiliknya menghentakkannya dengan gagah
perkasa.
Setelah sekolah usai, saya berjalan cepat ke bengkel di mana ayah bekerja.
Saya hampir yakin bahwa Senin depan saya juga akan masuk kelompok yang
sedang “in”
Setiap saya menghentakkan tumit saya di jalan, saya membayangkan telah
memakai sepatu sport idaman saya.
Bengkel sepi sekali saat itu. Suara yang terdengar hanya denting-denting
metal dari kolong sebuah chevy tua buatan tahun 1956.
Udara berbau oli, namun pada hemat penciuman saya, asyik sekali.
Hanya seorang langganan sedang menunggu ayah yang sedang bergulat di kolong
chevy tua itu.
“Pak Alva” tanya saya kepada langganan yang sedang menunggu, “masih
lamakah?”
“Entah Will. Kau tahu sifat ayahmu. Ia sedang membongkar persneling, namun
bila ia mendapatkan adanya bagian lain yang tidak beres, ia akan
menyelesaikannya juga.”
Saya bersandar pada mobil abu abu itu.
Apa yang bisa saya lihat hanyalah sepasang kaki ayah yang menjulur keluar
dari kolong mobil.
Sambil menjentik jentik lampu belakang chevy, secara tidak sadar saya
menatap kepada kaki ayah.
Celana kerjanya berwarna biru tua, kusam dan lengket terkena oli, lusuh
pula.
Sepatunya, berwarna putih tua…. ah ….bukan hitam muda……, dan sungguh
sungguh butut, sebagaimana mestinya sepatu seorang montir.
Sepatu kirinya sudah tidak bersol, dan bagian kanan masih memiliki sepotong
kecil kulit tipis, yang dahulu bernama sol. Di ujungnya, sebaris staples
menggigit kedua belah kulit kencang kencang, mencegah jempol kakinya
mengintip keluar. Tali sepatunya beriap riap, dan sebuah lubang
memperlihatkan sebagian dari jari kelingkingnya yang terbalut kaus katun.
“Sudah pulang nak? “ayah keluar dari kolong mobil.
“Yes sir” kataku.
“Kau lakukan apa yang kuperintahkan hari ini?”
“Yes sir”
“Nah, apa jawabmu ?” la memandangku, seolah olah tahu apa yang akan saya
ucapkan.
“Saya tetap ingin sepatu sport ” Saya berkata tegas, dan berusaha setengah
mati untuk tidak memandang kepada sepatu ayah.
“Kalau begitu, ayah harus potong uang belanja ibumu…..”
“Mengapa tidak pergi dan membelinya sekarang?” lalu ayah mengeluarkan
selembar $ 10. dan memancing uang receh untuk mencari 30 sen guna membayar
3% pajak penjualannya.
Saya menerima uang itu dan segera berangkat ke pusat pertokoan, dua blok
dari bengkel di mana ayah bekerja.
Di depan sebuah etalase, saya berhenti untuk melihat apakah sepatu sportku
masih dipajang disana. Ternyata masih! $9.95.
Namun uang saya tidak akan cukup bila saya harus membeli paku paku yang akan
dipakukan pada solnya dan menimbulkan suara klak klik yang gagah.
Saya pikir, untuk lari ke rumah dan minta bantuan dana dari mama, sebab
tidak mungkin kembali kepada ayah dan minta kekurangannya.
Pada saat saya teringat kepada ayah, sepatu tuanya tampak membayang
melintasi kedua mataku.
Jelas tampak kebututannya, sisinya yang compang camping, paku paku yang
telah mengintip keluar dan sebaris staples yang umumnya dipakai untuk
menjepit kertas.
Sepatu kulit usang yang dipakainya untuk menghidupi keluarganya.
Pada waktu musim dingin yang menggigit, sepatu yang sama dipakainya
melintasi jalan jalan yang dingin, menuju kepada mobil mobil yang mogok.
Namun ayah tidak pernah mengeluh.
Terpikir olehku, betapa banyaknya benda benda yang seharusnya dibutuhkan
ayah, namun tidak dimilikinya, semata mata agar saya mendapatkan apa yang
saya ingini.
Dan kementerengan sepatu sport yang ada di balik kaca etelase di hadapanku
mulai memudar.
Apa jadinya bila ayah bersikap sepertiku.
Sepatu jenis apa yang saat ini kupakai, bila ayahku bersikap seperti saya
bersikap.
Saya masuk ke dalam toko sepatu itu.
Sebuah rak besar terpampang megah, penuh berisikan sepatu sport yang sungguh
keren.
Di sampingnya, terdapat sebuah rak lain, dengan sebingkai tulisan “obral
besar. 50% discount”.
Dibawah bingkai itu tergeletak sepatu sepatu semodel sepatu ayah, beberapa
generasi lebih muda, tentunya.
Otakku bermain ping pong. Mula mula sepatu ayah yang butut.
Dan sekarang sepatu baru. Pikiran tentang: menjadi “in” dan seirama dengan
remaja lain di sekolah.
Dan kemudian pikiran tentang ayah,…. telah mengalahkannya.
Saya mengambil sepatu ukuran 42 dari rak yang berdiscount.
Dengan segera berjalan ke arah meja kasir, ditambah pajak, jadilah bilangan
$ 6.13.
Saya kembali ke bengkel dan meletakkan sepatu baru ayah di atas kursi di
mobilnya.
Saya mendapatkan ayah dan mengembalikan uang kembalian yang masih tersisa.
“Saya pikir harganya $ 9.95″ kata ayah.
“Obral” kataku pendek.
Saya mengambil sapu, dan mulai membantu ayah membersihkan bengkel.
Pukul lima sore, ia memberi tanda bahwa bengkel harus ditutup dan kami harus
pulang.
Ayah mengangkat kotak sepatu ketika kami masuk ke dalam mobilnya.
Ketika ia membuka kotak itu, ia hanya dapat memandang tanpa mengucapkan
sepatah katapun.
Ia memandang kepada sepatu itu lama-lama, kemudian kepadaku.
“Saya pikir kau membeli sepatu sport”, katanya pelan.
“Sebetulnya ayah, … tapi …. Saya tak sanggup meneruskannya.
Bagaimana saya harus menjelaskannya bahwa saya sungguh ingin menjadi
seperti ayah?
Dan bila saya tumbuh menjadi dewasa, saya sungguh ingin menjadi seperti
orang baik ini, yang Tuhan berikan kepada saya sebagai ayah saya.
Ayah meletakkan tangannya pada bahu saya, dan kami saling memandang untuk
waktu sesaat.
Tidak ada kata kata yang perlu dikatakan. Ayah menstarter mobil, dan kami
pulang.
Terima kasih Tuhan, karena engkau telah memberiku seorang ayah yang baik dan
bertanggung jawab.
remaja.
Saya ingat benar bagaimana sebagai seorang remaja dalam tahun 1963 saya
merasa harus memiliki sepasang sepatu sport mutakhir yang sedang “in”.
Persoalannya, bulan lalu saya baru saja membeli sepasang sepatu kulit.
Tapi, sepatu sport benar benar sedang mode, oleh sebab itu saya datang
kepada ayah minta bantuannya.
“Saya perlu sedikit uang untuk sepatu sport”, ujar saya suatu petang di
bengkel di mana ayah saya bekerja sebagai montir.
“Willie” ayah kelihatannya terkejut.
“Sepatumu baru berumur satu bulan, tapi Mengapa kini kau perlukan sepatu
baru?”
“Setiap orang memakai sepatu sport yah!”
“Sangat boleh jadi nak, Namun hal tersebut tidak menjadikan ayah mudah
membayar sepatu sport ”
Gaji ayah kecil dan sering tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari
hari.
“Ayah, saya tampak seperti bloon memakai sepatu jenis ini ” kataku sambil
menunjuk kepada sepasang sepatu oxford baru.
Ayah memandang dalam dalam ke mataku.
Kemudian ia menjawab, “Begini saja, Kau pakai sepatu ini satu hari
lagi.Besok, di sekolah, perhatikan semua sepatu dari kawan-kawanmu. Bila
seusai sekolah kau masih berkeyakinan bahwa sepatumu paling butut
dibandingkan sepatu kawan kawanmu, ayah akan memotong uang belanja ibumu dan
membelikanmu sepasang sepatu sports”
Dengan gembira saya pergi ke sekolah, keesokan paginya, penuh keyakinan
bahwa hari itu merupakan hari terakhir bagiku mamakai sepatu oxford yang
ketinggalan jaman ini.
Saya lakukan apa yang ayah perintahkan saya lakukan, namun tidak, saya
ceritakan apa yang saya lihat secara teliti.
Sepatu coklat, sepatu hitam, sepatu tennis yang sudah kusam, semua menjadi
pusat perhatianku.
Pada petang hari, saya memiliki perbendaharaan dalam ingatanku betapa
banyaknya teman teman di sekolah yang juga memakai sepatu bukan sport,
bahkan sepatu - sepatu rusak, berlobang, menganga dan lain lain bentuk yang
sudah mendekati kepunahan sebagai alat pelindung kaki.
Namun banyak juga yang memakai sepatu sport yang gagah, yang senantiasa
berdetak detik penuh gaya bila si pemiliknya menghentakkannya dengan gagah
perkasa.
Setelah sekolah usai, saya berjalan cepat ke bengkel di mana ayah bekerja.
Saya hampir yakin bahwa Senin depan saya juga akan masuk kelompok yang
sedang “in”
Setiap saya menghentakkan tumit saya di jalan, saya membayangkan telah
memakai sepatu sport idaman saya.
Bengkel sepi sekali saat itu. Suara yang terdengar hanya denting-denting
metal dari kolong sebuah chevy tua buatan tahun 1956.
Udara berbau oli, namun pada hemat penciuman saya, asyik sekali.
Hanya seorang langganan sedang menunggu ayah yang sedang bergulat di kolong
chevy tua itu.
“Pak Alva” tanya saya kepada langganan yang sedang menunggu, “masih
lamakah?”
“Entah Will. Kau tahu sifat ayahmu. Ia sedang membongkar persneling, namun
bila ia mendapatkan adanya bagian lain yang tidak beres, ia akan
menyelesaikannya juga.”
Saya bersandar pada mobil abu abu itu.
Apa yang bisa saya lihat hanyalah sepasang kaki ayah yang menjulur keluar
dari kolong mobil.
Sambil menjentik jentik lampu belakang chevy, secara tidak sadar saya
menatap kepada kaki ayah.
Celana kerjanya berwarna biru tua, kusam dan lengket terkena oli, lusuh
pula.
Sepatunya, berwarna putih tua…. ah ….bukan hitam muda……, dan sungguh
sungguh butut, sebagaimana mestinya sepatu seorang montir.
Sepatu kirinya sudah tidak bersol, dan bagian kanan masih memiliki sepotong
kecil kulit tipis, yang dahulu bernama sol. Di ujungnya, sebaris staples
menggigit kedua belah kulit kencang kencang, mencegah jempol kakinya
mengintip keluar. Tali sepatunya beriap riap, dan sebuah lubang
memperlihatkan sebagian dari jari kelingkingnya yang terbalut kaus katun.
“Sudah pulang nak? “ayah keluar dari kolong mobil.
“Yes sir” kataku.
“Kau lakukan apa yang kuperintahkan hari ini?”
“Yes sir”
“Nah, apa jawabmu ?” la memandangku, seolah olah tahu apa yang akan saya
ucapkan.
“Saya tetap ingin sepatu sport ” Saya berkata tegas, dan berusaha setengah
mati untuk tidak memandang kepada sepatu ayah.
“Kalau begitu, ayah harus potong uang belanja ibumu…..”
“Mengapa tidak pergi dan membelinya sekarang?” lalu ayah mengeluarkan
selembar $ 10. dan memancing uang receh untuk mencari 30 sen guna membayar
3% pajak penjualannya.
Saya menerima uang itu dan segera berangkat ke pusat pertokoan, dua blok
dari bengkel di mana ayah bekerja.
Di depan sebuah etalase, saya berhenti untuk melihat apakah sepatu sportku
masih dipajang disana. Ternyata masih! $9.95.
Namun uang saya tidak akan cukup bila saya harus membeli paku paku yang akan
dipakukan pada solnya dan menimbulkan suara klak klik yang gagah.
Saya pikir, untuk lari ke rumah dan minta bantuan dana dari mama, sebab
tidak mungkin kembali kepada ayah dan minta kekurangannya.
Pada saat saya teringat kepada ayah, sepatu tuanya tampak membayang
melintasi kedua mataku.
Jelas tampak kebututannya, sisinya yang compang camping, paku paku yang
telah mengintip keluar dan sebaris staples yang umumnya dipakai untuk
menjepit kertas.
Sepatu kulit usang yang dipakainya untuk menghidupi keluarganya.
Pada waktu musim dingin yang menggigit, sepatu yang sama dipakainya
melintasi jalan jalan yang dingin, menuju kepada mobil mobil yang mogok.
Namun ayah tidak pernah mengeluh.
Terpikir olehku, betapa banyaknya benda benda yang seharusnya dibutuhkan
ayah, namun tidak dimilikinya, semata mata agar saya mendapatkan apa yang
saya ingini.
Dan kementerengan sepatu sport yang ada di balik kaca etelase di hadapanku
mulai memudar.
Apa jadinya bila ayah bersikap sepertiku.
Sepatu jenis apa yang saat ini kupakai, bila ayahku bersikap seperti saya
bersikap.
Saya masuk ke dalam toko sepatu itu.
Sebuah rak besar terpampang megah, penuh berisikan sepatu sport yang sungguh
keren.
Di sampingnya, terdapat sebuah rak lain, dengan sebingkai tulisan “obral
besar. 50% discount”.
Dibawah bingkai itu tergeletak sepatu sepatu semodel sepatu ayah, beberapa
generasi lebih muda, tentunya.
Otakku bermain ping pong. Mula mula sepatu ayah yang butut.
Dan sekarang sepatu baru. Pikiran tentang: menjadi “in” dan seirama dengan
remaja lain di sekolah.
Dan kemudian pikiran tentang ayah,…. telah mengalahkannya.
Saya mengambil sepatu ukuran 42 dari rak yang berdiscount.
Dengan segera berjalan ke arah meja kasir, ditambah pajak, jadilah bilangan
$ 6.13.
Saya kembali ke bengkel dan meletakkan sepatu baru ayah di atas kursi di
mobilnya.
Saya mendapatkan ayah dan mengembalikan uang kembalian yang masih tersisa.
“Saya pikir harganya $ 9.95″ kata ayah.
“Obral” kataku pendek.
Saya mengambil sapu, dan mulai membantu ayah membersihkan bengkel.
Pukul lima sore, ia memberi tanda bahwa bengkel harus ditutup dan kami harus
pulang.
Ayah mengangkat kotak sepatu ketika kami masuk ke dalam mobilnya.
Ketika ia membuka kotak itu, ia hanya dapat memandang tanpa mengucapkan
sepatah katapun.
Ia memandang kepada sepatu itu lama-lama, kemudian kepadaku.
“Saya pikir kau membeli sepatu sport”, katanya pelan.
“Sebetulnya ayah, … tapi …. Saya tak sanggup meneruskannya.
Bagaimana saya harus menjelaskannya bahwa saya sungguh ingin menjadi
seperti ayah?
Dan bila saya tumbuh menjadi dewasa, saya sungguh ingin menjadi seperti
orang baik ini, yang Tuhan berikan kepada saya sebagai ayah saya.
Ayah meletakkan tangannya pada bahu saya, dan kami saling memandang untuk
waktu sesaat.
Tidak ada kata kata yang perlu dikatakan. Ayah menstarter mobil, dan kami
pulang.
Terima kasih Tuhan, karena engkau telah memberiku seorang ayah yang baik dan
bertanggung jawab.
Kisah Lalat dan Semut
Beberapa ekor lalat nampak terbang berpesta di atas sebuah tong sampah di depan sebuah rumah. Suatu ketika, anak pemilik rumah keluar dan tidak menutup kembali pintu rumah. Kemudian nampak seekor lalat bergegas terbang memasuki rumah itu. Si lalat langsung menuju sebuah meja makan yang penuh dengan makanan lezat. "Saya bosan dengan sampah-sampah itu, ini saatnya menikmati makanan segar," katanya. Setelah kenyang, si lalat bergegas ingin keluar dan terbang menuju pintu saat dia masuk, namun ternyata pintu kaca itu telah terutup rapat. Si lalat hinggap sesaat di kaca pintu memandangi kawan-kawannya yang melambai-lambaikan tangannya seolah meminta agar dia bergabung kembali dengan mereka.
Si lalat pun terbang di sekitar kaca, sesekali melompat dan menerjang kaca itu, dengan tak kenal menyerah si lalat mencoba keluar dari pintu kaca. Lalat itu merayap mengelilingi kaca dari atas ke bawah dan dari kiri ke kanan bolak-balik, demikian terus dan terus berulang-ulang. Hari makin petang, si lalat itu nampak kelelahan dan kelaparan. Esok paginya, nampak lalat itu terkulai lemas terkapar di lantai. Tak jauh dari tempat itu, nampak serombongan semut merah berjalan beriringan keluar dari sarangnya untuk mencari makan. Dan ketika menjumpai lalat yang tak berdaya itu, serentak mereka mengerumuni dan beramai-ramai menggigit tubuh lalat itu hingga mati. Kawanan semut itu pun beramai-ramai mengangkut bangkai lalat yang malang itu menuju sarang mereka.
Dalam perjalanan, seekor semut kecil bertanya kepada rekannya yang lebih tua, "Ada apa dengan lalat ini, Pak? Mengapa dia sekarat?" "Oh.., itu sering terjadi, ada saja lalat yang mati sia-sia seperti ini. Sebenarnya mereka ini telah berusaha, dia sungguh-sungguh telah berjuang keras berusaha keluar dari pintu kaca itu. Namun ketika tak juga menemukan jalan keluar, dia frustasi dan kelelahan hingga akhirnya jatuh sekarat dan menjadi menu makan malam kita." Semut kecil itu nampak manggut-manggut, namun masih penasaran dan bertanya lagi, "Aku masih tidak mengerti, bukannya lalat itu sudah berusaha keras? Kenapa tidak berhasil?"
Masih sambil berjalan dan memanggul bangkai lalat, semut tua itu menjawab, "Lalat itu adalah seorang yang tak kenal menyerah dan telah mencoba berulang kali, hanya saja dia melakukannya dengan cara-cara yang sama." Semut tua itu memerintahkan rekan-rekannya berhenti sejenak seraya melanjutkan perkataannya, namun kali ini dengan mimik dan nada lebih serius,
"Ingat anak muda, jika kamu melakukan sesuatu dengan cara yang sama tapi mengharapkan hasil yang berbeda, maka nasib kamu akan seperti lalat ini."
"Untuk mencapai tujuan, Para Pemenang tidak melakukan hal-hal yang sama, mereka hanya melakukannya dengan cara yang berbeda."
Si lalat pun terbang di sekitar kaca, sesekali melompat dan menerjang kaca itu, dengan tak kenal menyerah si lalat mencoba keluar dari pintu kaca. Lalat itu merayap mengelilingi kaca dari atas ke bawah dan dari kiri ke kanan bolak-balik, demikian terus dan terus berulang-ulang. Hari makin petang, si lalat itu nampak kelelahan dan kelaparan. Esok paginya, nampak lalat itu terkulai lemas terkapar di lantai. Tak jauh dari tempat itu, nampak serombongan semut merah berjalan beriringan keluar dari sarangnya untuk mencari makan. Dan ketika menjumpai lalat yang tak berdaya itu, serentak mereka mengerumuni dan beramai-ramai menggigit tubuh lalat itu hingga mati. Kawanan semut itu pun beramai-ramai mengangkut bangkai lalat yang malang itu menuju sarang mereka.
Dalam perjalanan, seekor semut kecil bertanya kepada rekannya yang lebih tua, "Ada apa dengan lalat ini, Pak? Mengapa dia sekarat?" "Oh.., itu sering terjadi, ada saja lalat yang mati sia-sia seperti ini. Sebenarnya mereka ini telah berusaha, dia sungguh-sungguh telah berjuang keras berusaha keluar dari pintu kaca itu. Namun ketika tak juga menemukan jalan keluar, dia frustasi dan kelelahan hingga akhirnya jatuh sekarat dan menjadi menu makan malam kita." Semut kecil itu nampak manggut-manggut, namun masih penasaran dan bertanya lagi, "Aku masih tidak mengerti, bukannya lalat itu sudah berusaha keras? Kenapa tidak berhasil?"
Masih sambil berjalan dan memanggul bangkai lalat, semut tua itu menjawab, "Lalat itu adalah seorang yang tak kenal menyerah dan telah mencoba berulang kali, hanya saja dia melakukannya dengan cara-cara yang sama." Semut tua itu memerintahkan rekan-rekannya berhenti sejenak seraya melanjutkan perkataannya, namun kali ini dengan mimik dan nada lebih serius,
"Ingat anak muda, jika kamu melakukan sesuatu dengan cara yang sama tapi mengharapkan hasil yang berbeda, maka nasib kamu akan seperti lalat ini."
"Untuk mencapai tujuan, Para Pemenang tidak melakukan hal-hal yang sama, mereka hanya melakukannya dengan cara yang berbeda."
2009/12/17
Love Story
We were both young when I first saw you
I close my eyes
And the flashback starts
I'm standing there
On a balcony in summer air
See the lights
See the party, the ball gowns
I see you make your way through the crowd
And say hello, little did I know
That you were Romeo, you were throwing pebbles
And my daddy said stay away from Juliet
And I was crying on the staircase
Begging you please don't go, and I said
Romeo take me somewhere we can be alone
I'll be waiting all there's left to do is run
You'll be the prince and I'll be the princess
It's a love story baby just say yes
So I sneak out to the garden to see you
We keep quiet 'cause we're dead if they knew
So close your eyes
Escape this town for a little while
'Cause you were Romeo, I was a scarlet letter
And my daddy said stay away from Juliet
But you were everything to me
I was begging you please don't go and I said
Romeo take me somewhere we can be alone
I'll be waiting all there's left to do is run
You'll be the prince and I'll be the princess
It's a love story baby just say yes
Romeo save me, they try to tell me how to feel
This love is difficult, but it's real
Don't be afraid, we'll make it out of this mess
It's a love story baby just say yes
Oh oh
I got tired of waiting
Wondering if you were ever coming around
My faith in you is fading
When I met you on the outskirts of town, and I said
Romeo save me I've been feeling so alone
I keep waiting for you but you never come
Is this in my head? I don't know what to think
He knelt to the ground and pulled out a ring
And said, marry me Juliet
You'll never have to be alone
I love you and that's all I really know
I talked to your dad, go pick out a white dress
It's a love story baby just say yes
Oh, oh, oh, oh
'Cause we were both young when I first saw you
A Song by Taylor Swift
I close my eyes
And the flashback starts
I'm standing there
On a balcony in summer air
See the lights
See the party, the ball gowns
I see you make your way through the crowd
And say hello, little did I know
That you were Romeo, you were throwing pebbles
And my daddy said stay away from Juliet
And I was crying on the staircase
Begging you please don't go, and I said
Romeo take me somewhere we can be alone
I'll be waiting all there's left to do is run
You'll be the prince and I'll be the princess
It's a love story baby just say yes
So I sneak out to the garden to see you
We keep quiet 'cause we're dead if they knew
So close your eyes
Escape this town for a little while
'Cause you were Romeo, I was a scarlet letter
And my daddy said stay away from Juliet
But you were everything to me
I was begging you please don't go and I said
Romeo take me somewhere we can be alone
I'll be waiting all there's left to do is run
You'll be the prince and I'll be the princess
It's a love story baby just say yes
Romeo save me, they try to tell me how to feel
This love is difficult, but it's real
Don't be afraid, we'll make it out of this mess
It's a love story baby just say yes
Oh oh
I got tired of waiting
Wondering if you were ever coming around
My faith in you is fading
When I met you on the outskirts of town, and I said
Romeo save me I've been feeling so alone
I keep waiting for you but you never come
Is this in my head? I don't know what to think
He knelt to the ground and pulled out a ring
And said, marry me Juliet
You'll never have to be alone
I love you and that's all I really know
I talked to your dad, go pick out a white dress
It's a love story baby just say yes
Oh, oh, oh, oh
'Cause we were both young when I first saw you
A Song by Taylor Swift
2009/12/16
Alphabet for Us
A : Accept. Terimalah diri anda sebagaimana adanya.
B : Believe. Percayalah terhadap kemampuan anda untuk meraih apa yang anda inginkan dalam hidup.
C : Care. Pedulilah pada kemampuan anda meraih apa yang anda inginkan dalam hidup. dan pedulilah kepada lingkungan anda.
D : Direct. Arahkan pikiran pada hal-hal positif yang meningkatkan kepercayaan diri.
E : Earn. Apa yang kita lakukan, itulah yang akan kita dapat. positif maupun negatif. cobalah selalu bersyukur akan apa yang telah anda dapatkan.
F : Face. Hadapi masalah dengan benar dan yakin.
G : Go. Berangkatlah dari kebenaran.
H : Homework. Pekerjaan rumah adalah langkah penting untuk pengumpulan informasi.
I : Ignore. Abaikan celaan orang yang menghalangi jalan anda dalam mencapai tujuan.
J : Jealously. Rasa iri dapat membuat anda tidak menghargai kelebihan anda sendiri.
K : Keep. Terus berusaha walaupun beberapa kali gagal. karena gagal adalah salah satu langkah menuju keberhasilan
L : Learn. Belajar dari kesalahan dan berusaha untuk tidak mengulanginya.
M : Mind. Fokuskan fikiran terhadap cita-cita dan jangan terfikir untuk berleha-leha.
N : Never. Jangan pernah putus asa, seberat apa pun rintangan yang akan menghadang kelak. karena harapan itu selalu ada.
O : Observe. Amatilah segala hal di sekeliling anda.Perhatikan, dengarkan, dan belajar dari orang lain.
P : Patience. Sabar adalah kekuatan tak ternilai yang membuat anda terus berusaha.
Q : Question. Pertanyaan perlu untuk mencari jawaban yang benar dan menambah ilmu.
R : Respect. Hargai diri sendiri dan juga orang lain.
S : Self confidence, self esteem, self respect.Percaya diri, harga diri, citra diri, penghormatan
diri membebaskan kita dari saat-saat tegang.
T : Take. Bertanggung jawab pada setiap tindakan anda. cobalah untuk berani mengambil resiko.
U : Understand. Pahami bahwa hidup itu naik turun,namun tak ada yang dapat membunuh semangat anda, kecuali anda sendiri.
V : Value. Nilai diri sendiri dan orang lain secara adil,berusahalah melakukan yang terbaik.
W : Work. Bekerja dengan giat, jangan lupa berdo'a.
X : X'tra. Usaha lebih keras membawa keberhasilan.
Y : You. Anda dapat membuat suatu yang berbeda dengan orang yang lain.
Z : Zero. Usaha nol membawa hasil nol pula
Syukuri, Sabar, n ttp Semangat!!!
Alphabet for Us
A : Accept. Terimalah diri anda sebagaimana adanya.
B : Believe. Percayalah terhadap kemampuan anda untuk meraih apa yang anda inginkan dalam hidup.
C : Care. Pedulilah pada kemampuan anda meraih apa yang anda inginkan dalam hidup. dan pedulilah kepada lingkungan anda.
D : Direct. Arahkan pikiran pada hal-hal positif yang meningkatkan kepercayaan diri.
E : Earn. Apa yang kita lakukan, itulah yang akan kita dapat. positif maupun negatif. cobalah selalu bersyukur akan apa yang telah anda dapatkan.
F : Face. Hadapi masalah dengan benar dan yakin.
G : Go. Berangkatlah dari kebenaran.
H : Homework. Pekerjaan rumah adalah langkah penting untuk pengumpulan informasi.
I : Ignore. Abaikan celaan orang yang menghalangi jalan anda dalam mencapai tujuan.
J : Jealously. Rasa iri dapat membuat anda tidak menghargai kelebihan anda sendiri.
K : Keep. Terus berusaha walaupun beberapa kali gagal. karena gagal adalah salah satu langkah menuju keberhasilan
L : Learn. Belajar dari kesalahan dan berusaha untuk tidak mengulanginya.
M : Mind. Fokuskan fikiran terhadap cita-cita dan jangan terfikir untuk berleha-leha.
N : Never. Jangan pernah putus asa, seberat apa pun rintangan yang akan menghadang kelak. karena harapan itu selalu ada.
O : Observe. Amatilah segala hal di sekeliling anda.Perhatikan, dengarkan, dan belajar dari orang lain.
P : Patience. Sabar adalah kekuatan tak ternilai yang membuat anda terus berusaha.
Q : Question. Pertanyaan perlu untuk mencari jawaban yang benar dan menambah ilmu.
R : Respect. Hargai diri sendiri dan juga orang lain.
S : Self confidence, self esteem, self respect.Percaya diri, harga diri, citra diri, penghormatan
diri membebaskan kita dari saat-saat tegang.
T : Take. Bertanggung jawab pada setiap tindakan anda. cobalah untuk berani mengambil resiko.
U : Understand. Pahami bahwa hidup itu naik turun,namun tak ada yang dapat membunuh semangat anda, kecuali anda sendiri.
V : Value. Nilai diri sendiri dan orang lain secara adil,berusahalah melakukan yang terbaik.
W : Work. Bekerja dengan giat, jangan lupa berdo'a.
X : X'tra. Usaha lebih keras membawa keberhasilan.
Y : You. Anda dapat membuat suatu yang berbeda dengan orang yang lain.
Z : Zero. Usaha nol membawa hasil nol pula
Syukuri, Sabar, n ttp Semangat!!!
2009/12/15
HIPNOTIS???? kita juga bisa....
Jika Anda mendengar kata 'hipnotis' apa yang pertama kali terlintas dalam pikiran Anda?
Saya sangat menyayangkan apabila istilah 'hipnotis' sering dikaitkan dengan kriminalitas yang ada di jalan-jalan dan sering diberitakan di media massa. Mungkin saja kejahatan-kejahatan itu terjadi, TAPI itu sama sekali bukan hipnosis. Istilah ini juga sering dikaitkan dengan hal-hal supranatural, mistik dan klenik, padahal hipnosis adalah suatu fenomena alami (natural) yang dialami oleh semua orang! Percaya atau tidak, setiap orang rata-rata mengalami keadaan hipnosis mereka sendiri minimal 12 kali dalam sehari. Contohnya saat Anda menonton film dan terlarut di dalamnya, lalu Anda menangis dan tertawa karena film tersebut, sebenarnya Anda sedang ter-hipnosis oleh film tersebut.
Atau pernahkah Anda mengendarai mobil melewati rute yang rutin Anda lewati, Anda begitu tenggelam dalam pikiran Anda hingga Anda sadar Anda telah sampai di tujuan tanpa dapat mengingat proses perjalanan tersebut? Sebuah contoh lain: saat Anda menonton sebuah pertandingan bola di televisi, Anda demikian fokus pada pertandingan tersebut sehingga Anda melupakan sekeliling Anda dan dapat ikut berteriak gembira ketika tim favorit Anda mencetak gol. Contoh-contoh diatas adalah proses hipnosis sederhana yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari kita.
Pikiran kita memiliki pengaruh yang sangat besar dan sangat kuat terhadap tubuh kita. Berikut ini adalah sebuah percobaan sederhana untuk menunjukkan kepada Anda betapa kuat dan besarnya pengaruh pikiran kita terhadap tubuh kita
Bayangkan Anda mengambil sebuah jeruk lemon, dan besarnya sebesar kepalan tangan Anda, warnanya kuning cerah, sekarang rasakan teksturnya di telapak tangan Anda, lalu sekarang bayangkan Anda membelah dua jeruk lemon tersebut dengan sebuah pisau, lalu bayangkan Anda mengangkat potongan jeruk lemon tersebut dan memerasnya di atas mulut Anda. Rasakan cairan jerus yang tersebut mengalir di lidah Anda. Anda mengecap semua sari-sarinya yang masam sekali, rasakan betapa masam nya jeruk itu...dan apa yang terjadi?....mulut Anda sekarang memproduksi banyak sekali saliva atau air liur, dan hal ini terjadi karena sesuatu yang tidak nyata, .....Anda hanya membayangkan jeruk lemon tersebut di pikiran anda!
WHAT THE MIND THINK, THE BODY WILL CREATE....
Apa yang dipikirkan oleh pikiran akan diciptakan oleh tubuh
Dan latihan sederhana yang baru saja Anda lakukan diatas tadi adalah suatu bentuk hipnosis yang paling sederhana
Jadi apa itu Hipnosis?
Hipnosis adalah keadaan natural yang dialami oleh setiap manusia!
Dari percobaan tadi, Anda dapat memahami bagaimana kata-kata menghadirkan gambar dalam pikiran Anda dan bagaimana gambar tersebut menimbulkan serangkaian reaksi dan pengalaman yang dialami oleh diri Anda.
Mental dan pikiran kita memilki kekuatan yang luar biasa, karena dari hal kecil saja yang kita rubah dari pikiran kita, akan memiliki dampak terhadap tubuh, pengalaman dan kehidupan kita. Sesuatu yang kita rubah dari internal kita akan memilki dampak yang besar pada dunia eksternal kita
What the mind think, the body will create!
William James dari Harvard University mengatakan: "The greatest revolution of my generation is the discoveries that individual can change the outer aspect of their live by changing the inner aspect of their live."
Ingat, pikiran kita mempengaruhi secara langsung seluruh perasaan dan tindakan kita. Bagaimana kita berpikir akan menentukan reaksi emosional yang ada di dalam diri kita dan ini akan menentukan bagaimana kita bertindak dan menentukan segala sesuatu yang kita alami dan segala sesuatu yang terjadi pada diri kita!
source : unknown red*
Saya sangat menyayangkan apabila istilah 'hipnotis' sering dikaitkan dengan kriminalitas yang ada di jalan-jalan dan sering diberitakan di media massa. Mungkin saja kejahatan-kejahatan itu terjadi, TAPI itu sama sekali bukan hipnosis. Istilah ini juga sering dikaitkan dengan hal-hal supranatural, mistik dan klenik, padahal hipnosis adalah suatu fenomena alami (natural) yang dialami oleh semua orang! Percaya atau tidak, setiap orang rata-rata mengalami keadaan hipnosis mereka sendiri minimal 12 kali dalam sehari. Contohnya saat Anda menonton film dan terlarut di dalamnya, lalu Anda menangis dan tertawa karena film tersebut, sebenarnya Anda sedang ter-hipnosis oleh film tersebut.
Atau pernahkah Anda mengendarai mobil melewati rute yang rutin Anda lewati, Anda begitu tenggelam dalam pikiran Anda hingga Anda sadar Anda telah sampai di tujuan tanpa dapat mengingat proses perjalanan tersebut? Sebuah contoh lain: saat Anda menonton sebuah pertandingan bola di televisi, Anda demikian fokus pada pertandingan tersebut sehingga Anda melupakan sekeliling Anda dan dapat ikut berteriak gembira ketika tim favorit Anda mencetak gol. Contoh-contoh diatas adalah proses hipnosis sederhana yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari kita.
Pikiran kita memiliki pengaruh yang sangat besar dan sangat kuat terhadap tubuh kita. Berikut ini adalah sebuah percobaan sederhana untuk menunjukkan kepada Anda betapa kuat dan besarnya pengaruh pikiran kita terhadap tubuh kita
Bayangkan Anda mengambil sebuah jeruk lemon, dan besarnya sebesar kepalan tangan Anda, warnanya kuning cerah, sekarang rasakan teksturnya di telapak tangan Anda, lalu sekarang bayangkan Anda membelah dua jeruk lemon tersebut dengan sebuah pisau, lalu bayangkan Anda mengangkat potongan jeruk lemon tersebut dan memerasnya di atas mulut Anda. Rasakan cairan jerus yang tersebut mengalir di lidah Anda. Anda mengecap semua sari-sarinya yang masam sekali, rasakan betapa masam nya jeruk itu...dan apa yang terjadi?....mulut Anda sekarang memproduksi banyak sekali saliva atau air liur, dan hal ini terjadi karena sesuatu yang tidak nyata, .....Anda hanya membayangkan jeruk lemon tersebut di pikiran anda!
WHAT THE MIND THINK, THE BODY WILL CREATE....
Apa yang dipikirkan oleh pikiran akan diciptakan oleh tubuh
Dan latihan sederhana yang baru saja Anda lakukan diatas tadi adalah suatu bentuk hipnosis yang paling sederhana
Jadi apa itu Hipnosis?
Hipnosis adalah keadaan natural yang dialami oleh setiap manusia!
Dari percobaan tadi, Anda dapat memahami bagaimana kata-kata menghadirkan gambar dalam pikiran Anda dan bagaimana gambar tersebut menimbulkan serangkaian reaksi dan pengalaman yang dialami oleh diri Anda.
Mental dan pikiran kita memilki kekuatan yang luar biasa, karena dari hal kecil saja yang kita rubah dari pikiran kita, akan memiliki dampak terhadap tubuh, pengalaman dan kehidupan kita. Sesuatu yang kita rubah dari internal kita akan memilki dampak yang besar pada dunia eksternal kita
What the mind think, the body will create!
William James dari Harvard University mengatakan: "The greatest revolution of my generation is the discoveries that individual can change the outer aspect of their live by changing the inner aspect of their live."
Ingat, pikiran kita mempengaruhi secara langsung seluruh perasaan dan tindakan kita. Bagaimana kita berpikir akan menentukan reaksi emosional yang ada di dalam diri kita dan ini akan menentukan bagaimana kita bertindak dan menentukan segala sesuatu yang kita alami dan segala sesuatu yang terjadi pada diri kita!
source : unknown red*
Subscribe to:
Comments (Atom)


